Selasa, 31 Maret 2015

Makalah Hadits Realisasi Iman dalam Kehidupan Sosial



MAKALAH
REALISASI IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas pada mata kuliah
Hadis 1








Disusun oleh :
Ahmad Nasuha           (132101549)

PAI-A/3
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA  HASANUDDIN BANTEN
2014-2015


KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan taufik-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Rahmat dan salam semoga dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan kepada para keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya sampai hari kiamat.
Tentu saja dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan baik didalam penyajiannya maupun teknis penyusunannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan.




Serang, 11 September 2014

                                                                                                 Penyusun














DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................      i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................      ii
BAB 1       PENDAHULUAN.............................................................................................      1
                  A. Latar Belakang............................................................................................      1
                  B. Rumusan Masalah.......................................................................................      1
      C. Tujuan Penulisan ........................................................................................       1
BAB II       PEMBAHASAN...............................................................................................      2
A.    Hadis Tentang Mencintai Sesama Muslim ...............................................      2
B.    Iman dan Hakikatnya.................................................................................      3
C.    Hadis Tentang Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Menggangu Orang Lain..... .................................................................................................................... 4
D.    Hadis Tentang Realisasi Iman dalam Menghadapi Tamu   ......................      6
BAB III     PENUTUP .......................................................................................................      9
                  A. Kesimpulan .................................................................................................      9
                  B. Saran ...........................................................................................................      9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................      10














BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seorang mukmin yang ingin mendapat ridha Allah Swt., harus berusaha untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhain-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya. Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan bukan hal-hal lain sehingga betul-betul merupakn persaudaraan murni dan suci. Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan salah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahagiaan bersama apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan.  Persaudaraan yang mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang, ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar disisi Allah Swt.
B. Rumusan Masalah
1.     Bagaimana Hadis tentang Mencintai Sesama Muslim?
2.     Bagaimanakah Hakikat Iman itu?
3.     Apa Hadis tentang Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain?
4.     Bagaimana Hadis tentang Realisasi Iman dalam Menghadapi Tamu?
C. Tujuan Penulisan
1.     Supaya Kita Mengetahui Bagaimana Hadis-Hadis tentang Realisasi iman dalam Kehidupan Sosial
2.     Agar Kita Lebih Mengetahui Bagaimana Cara Merealisasikan Iman dalam Kehidupan Sosial









BAB II
PEMBAHASAN
REALISASI IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
A. Hadis Tentang Mencintai Sesama Muslim
عَنْ إَنَسٍ رضئ الله عنه عن النبي صلي الله عليه و سلم قال : لا يؤمن احد كم حتى يحب لا خيه ما يحب لنفسه .(متفق عليه)  
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Khadim (pembantu) Rasulullah saw. Dari nabi saw, beliau bersabda: “tidakah seseorang  dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai saudaranya sebagaimna ia mencintai dirinya sendiri. (muttafaq ‘alaihi).
Hadis tersebut dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, kitab al-Iman, Bab min al-Iman an Yuhibba Liakhihi ma Yuhibbu Linafsihi, no. 13 dan Iman Muslim dalam shahih-nya, kitab al-Iman, bab al-Dalil ‘Ala ana Min Khishal al-Iman an Yuhibba Liakhihi al-Muslim Ma Yuhibbu Linafsihi Min al-Khairi, No. 45.
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan disini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut hadis di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.

Syarah Hadis
كم احد من يؤ لا Artinya tidak sempurna iman salah seorang dari kamu sekalian. Penafsian (peniadaan) di sini untuk menafikan (menindakan) kesempurnaan. Bukan manafikkan asal iman.
يحب حتى Kata “حتى” bermakna sampai, berarti makna hadis di atas “n sampai ia mencintai saudaranya.
خيه لا Maksudnya adalah saudara semuslim
لنفسه يحبما maknanya, sesuatu yang ia cintai untuk dirinya berupa kebaikan, keselamatan dan pembelaaan kehormatan serta yang lainnya.
            Dalam hadis lain disebutkan sebagai berikut:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال, قال النبي صلى الله عليه وسلم: فو الدي نفسى بيده لايؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من والده وولده (رواه البخاري)                                                                                                                      
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi Saw. telah bersabda: “demi zat yang diriku ditangan-Nya, seseorang tidak beriman hingga aku lebih ia cintai dari pada orang tua dan anaknya”. (H.R Bukhari).
            Hadis di atas menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci.
            Dalam kaitan ini Rachmat Syafi’i mengutip hadis riwayat Muslim:
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال:قل رسول الله صلى الله عليه وسلم:ان الله تعالى يقول يوم القيامة:اين المتحابون بجلا لي اليوم اظلهم في ظلي يوم لا ظل الا ظلي (روه مسلم)                                                                                     
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: rasulullah Saw. telah bersabda: pada hari kiamat Allah Swt. akan berfirman: “dimanakah orang yang saling berkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini aku naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan, kecuali naungan-Ku” (H.R Muslim).

B. Iman dan Hakikatnya
            Allah Swt., telah menjelaskan kepada hamba-Nya mengenai hakikat keimanan yang menjadi syarat diterimanya amal dan terwujudnya apa yang telah dijanjikan oleh Allah Swt.
            Selanjutnya dikatakan bahwa hakikat iman adalah:
1.     Iman adalah Keyakinan dan Perbuatan
Iman yang berasal dari bahasa Arab ini memang mempunyai arti keyakinan, dan tersirat adanya perbuatan. Iman yang diucapkan dengan lisan saja belum menghasilkan apa-apa. Oleh karena itu, dalam realisasinya iman itu perlu adanya perbuatan sesuai dengan yang kita yakini. Misalnya kita beriman adanya Allah Swt, maka untuk membuktikannya kita harus mematuhi segala yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Dalam surat Al-Hujurat ayat 15 Allah Berfirman:
$yJ¯RÎ) šcqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?ötƒ (#rßyg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang sepercaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka itulah orang-orang yang benar”. (Q.S Al-Hujurat:15).
Dari ayat tersebut kita mengetahui bahwa iman yang diterima dan benar adalah keyakinan yang tidak dicampuri dengan keraguan dan amalan yang diantaranya berupa jihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah Swt.
Sebab keyakinan hati saja tidak cukup sebagai syarat diterimanya iman. Iblis saja berkeyakinan dengan adanya Allah, sebagaimana ucapannya yang tercantum dalam Al-Qur’an:
tA$s% Éb>u þÎTöÏàRr'sù 4n<Î) ÏQöqtƒ tbqèWyèö7ムÇÐÒÈ
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah Aku sampai hari mereka dibangkitkan". (Q.S Shaad:79).
Sekalipun demikian, Allah telah mengkafirkannya karena kesombongannya sehingga ia tidak mau melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 34:
øŒÎ)ur $oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9 (#rßàfó$# tPyŠKy (#ÿrßyf|¡sù HwÎ) }§ŠÎ=ö/Î) 4n1r& uŽy9õ3tFó$#ur tb%x.ur z`ÏB šúï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÌÍÈ
Jadi iman yang benar adalah yang meliputi dua hal, yaitu pertama, keyakinan kuat yang tidak dicampuri dengan keraguan; Kedua perbuatan yang membuktikan keyakinan itu dan ia merupakan buahnya.
2.     Macam-macam Perbuatan
a.      Perbuatan hati, misalnya kita takut kepada Allah, beribadah kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya;
b.     Perbuatan lidah, misalnya mengucapkan dua kalimat syahadat, bertasbih, beristighfar, dan berdakwah;
c.      Perbuatan anggota badan, misalnya shalat, zakat, puasa, jihad di jalan Allah, mencari ilmu karena Allah, berdagang, bertani, dan bekerja di bidang industri dalam rangka melaksanakan perintah Allah untuk mengelola bumi sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
C. Hadis Tentang Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain
عن عبدالله بن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قل: المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمهاجر من هاجر مانهى الله عنه (روه البخاري وابو داود والنسائ)                                                                                                 
Dari Abdullah bin Umar berkata, bahwa Nabi saw, telah bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang menyebabkan orang-orang ( islam yang lain) selamat dari lisan dan tangannya, dan orang yanghijrah adalah orang yang berpindah dari apa yang telah dilarangoleh Allah swt. (H.R Bukhari, Abu Dawud, dan Nasa”i)


Penjelasan:
            Hadits di atas mengandung dua pokok bahasan, yakni tentang hakikat seorang muslim, dalam membina hubungan dengan sesama muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Juga menjelaskan tentang hakikat hijrah dalam perspektif Islam.
            Seorang muslim dalam bertindak dan bersikap senantiasa berbuat adil dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Dia sangat hati-hati dalam berbicara dan berbuat.
            Seorang muslim idealnya tidak boleh menyakiti saudaranya sendiri, baik dengan cara menghina, memfitnah maupun menjelek-jelekan saudaranya dihadapan orang lain. Dalam hadis di atas adalah memberi motivasi agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap sesamanya muslim dan tidak menyakitinya, baik secara fisik maupun hati. Mengingat pentingnya hubungan baik dengan sesama muslim, maka Rasulullah saw. menggambarkannya sebagai ciri tingkat keislaman seseorang. Orang yang tidak memberikan rasa tenang dan nyaman terhadap sesamanya muslim dikategorikan orang muslim sejati. Inilah ciri-ciri muslim yang tidak mengganggu orang lain.
Oleh sebab itu, seorang muslim yang sejati harus mampu menjaga dirinya sehingga orang lain selamat dari kezaliman atau perbuatan jelek tangan dan mulutnya. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak merasa disakiti oleh tangannya, baik fisik seperti dengan memukulnya, merusak harta bendanya, dan lain-lain ataupun dengan lisannya.
Secara tekstual hadis di atas menyebutkan bahwa hijrah yang sesungguhnya adalah meninggalkan apa yang dimurkai Allah swt. Pengertian itu pulalah yang terkandung dalam hijrah Rasulullah saw., yaitu meninggalkan tanah tumpah darahnya karena mencari daerah aman yang dapat menjamin terlaksananya ketaatan kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, orang yang meninggalkan kampung halaman dan berpindah ke daerah yang tidak ada jaminan bagi terlaksananya ketaatan kepada Allah tidak termasuk dalam pengertian hijrah dalam pengertian syariat, meskipun secara bahasa mengandung pengertian tersebut.
            Dalam  hadits riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa nabi telah bersabda:
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من حسن اسلام المرء تركه ما لا يعنه. حدث حسن (روه الترمدي وغيره)                                                                                                                         
Dari Abi Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda : “Diantara baiknya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak berguna baginya. Hadits Hasan ( H.R Tirmidzi dan lainnya).
            Hadits di atas diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam az-Zuhd, Bab: “Hadis-Hadits tentang siapa yang berbicara mengenai apa yang tidak berguna baginya”, 2318. Hadits ini shohih berdasarkan berbagai syahidnya. Lihat cetakan Darul Makmun, hal 46.
Pelajaran yang Terkandung dalam Hadits di atas
            Setiap muslim idealnya dapat mengisi waktunya dengan kegiatan yang membawa kepada kebaikan dirinya di dunia atau di akhirat serta berpaling dari hal-hal yang tidak berguna baginya, apalagi hal yang membahayakan dan menyakitkan dirinya, serta jangan pula ia ikut campur urusan orang lain, karena itu semua merupakan pertanda sempurnanya keistiqamahan dirinya.

D. Hadis Tentang Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu


عن ابى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن باالله واليوم الاخر فليحسن الى جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيرا اوليصمت متفق عليه          

Dari Abu Huarairah r.a. ia berkata, bahwa Rasulallah saw., bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menghormati tamunya, dan barng siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah bebuat baik kepada tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berkata yang baik atau lebih baik diam (Hadits dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim).
Hadits di atas menerangkan bahwa ada tiga perkara yang didasarkan atas keimanan seseorang kepada Allah dari hari akhir, yaitu :
1.      Memuliakan Tamu
Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan terhadap mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan berdasarkan kemampuan dan tidak memaksakan di luar dari kemampuan. Dalam sejumlah hadis dijelaskan bahwa batas kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut termasuk sedekah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.:
عن ابى شريح خويلد بن عمر و لخزاعي رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول :من كان يؤمن با الله واليوم الاخر فاليكرم ضيفه جاىزته,قال:يا رسول الله؟وماجاىزته؟قال:يومه وليلته والضيافة ثلاثة ايام,فما كان وراء دلك فهم صدقة عليه                                                                                                                              
Abu syuraih Khuwailid bin Amru Al-Khuzai’ir r.a., berkata, saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “siapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, ia harus menghormati tamunya pada bagian keistimewaannya. Sahabat bertanya, “apakah yang dimaksud dengan keistimewaan itu? Jawab Nabi, “hormati tamu itu sampai tiga hari, sedangkan selebihnya dari sadaqah”.
Jika ketentuan-ketentuan seperti disebutkan di atas dilaksanakan oleh segenap umat Islam, maka dengan sendirinya terjalin keharmonisan di kalangan umat Islam. Keharmonisan di antara umat Islam merupakan modal utama dalam menciptakan masyarakat yang aman dan damai.
  1.  Menghormati Tetangga
Maksud tetangga disini adalah umum, baik yang dekat maupun jauh, muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasik, musuh dan lain-lain. Yang bertempat tinggal dilingkungan rumah kita. Berbuat baik kepada tetangga itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan pertolongan, menengoknya saat sakit, melayat saat ada keluarganya yang meninggal dan lain-lain.
Selain itu, diharuskan pula menjaga mereka dari ancaman, gangguan dan bahaya. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Siti ‘Aisyah. Nabi SAW. menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ
 رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُه
Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakar bin Muhammad telah mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberi kepada tetangga hak waris”. (H.R.Bukhari)
  1.  Berbicara Baik atau Diam
Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal baik, lebih banyak terhindar dari dosa dan kejelekan, daripada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal yang pantas dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW. bersabda:
َوَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلصَّمْتُ حِكْمَةٌ وَقَلِيلٌ فَاعِلُهُ )  أَخْرَجَهُ اَلْبَيْهَقِيُّ فِي
 اَلشُّعَبِ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ وَصَحَّحَ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ مِنْ قَوْلِ لُقْمَانَ اَلْحَكِيمِ
Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Diam itu bijaksana namun sedikit orang yang melakukannya”. Riwayat Baihaqi dalam kitab Syu’ab dengan sanad lemah dan ia menilainya mauquf pada ucapan Luqman Hakim.
Di zaman modern ini memang manusia dihadapkan kepada dua dilema, di satu sisi kita disuruh untuk menghormati tamu, namun di sisi lain ada kekhawatiran bahwa tidak setiap tamu berbuat baik.
Ajaran islam dalam menghadapi seperti tersebut, kita harus tetap menghormati tamu, tetapi bila ada hal-hal yang mencurigakan kitapun harus waspada. Oleh karena itu Islam pun menganjurkan agar kita bisa menjaga diri, harta, agama, dan akal.
Sebagai muslim kita harus mengetahui bahwa berprilaku baik adalah merupakan keharusan yang tak dapat ditinggalkan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw:
عن النواس بن سمعان رضي الله عنه قال: سالت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن البري والاثم. فقال: البر حسن الخلق والاثم ماحاك فى صدرك وكرهت ان يطلع عليه الناس (رواه مسلم)                                                                  

Dari An-Nawas bin Sam’an ra., berkata: saya bertanya kepada Rasulallah saw., tentang bakti dan dosa, Rasulallah menjawab: “Bakti itu adalah baik budi pekerti dan dosa itu ialah semua hal yang meragukan hati dan tidak suka diketahui orang” (H.R. Muslim).

Yang dimaksud dengan ungkapan al-Birru Husnul Khuluqi adalah semua tingkah laku atau perbuatan dan perkataan yang baik (ma’ruf) itu, merupakan budi pekerti atau akhlak yang terpuji, termasuk di dalamnya berbuat baik terhadap tetangga.







BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam mencintai seorang mukmin, harus didasari lillah. Oleh karena itu, harus tetap memperhatikan rambu-rambu syara’. Tidaklah benar, dengan alasan mencintai saudaranya seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku maksiat dan dosa kepada Allah Swt. Ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan baik didalam penyajiannya maupun teknis penyusunannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan.














DAFTAR PUSTAKA

Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, Bandung: Pustaka Setia: 2000
Sohari, dkk. Hadis Tematik, Jakarta: Diadit Media: 2006
http://windu2008.blogspot.com/2008/07/kiat-membahagiakan-orang-menurut.html