MAKALAH
REALISASI IMAN DALAM
KEHIDUPAN SOSIAL
Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas
pada mata kuliah
Hadis 1
Disusun oleh :
Ahmad Nasuha (132101549)
PAI-A/3
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2014-2015
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan
hidayah dan taufik-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Rahmat
dan salam semoga dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan
kepada para keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya sampai hari
kiamat.
Tentu saja dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan baik didalam penyajiannya
maupun teknis penyusunannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari berbagai
pihak yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan.
Serang, 11 September 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB
1 PENDAHULUAN............................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................................... 2
A. Hadis Tentang
Mencintai Sesama Muslim ............................................... 2
B. Iman dan Hakikatnya................................................................................. 3
C. Hadis Tentang
Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Menggangu Orang Lain..... .................................................................................................................... 4
D. Hadis Tentang
Realisasi Iman dalam Menghadapi Tamu ...................... 6
BAB
III PENUTUP ....................................................................................................... 9
A.
Kesimpulan ................................................................................................. 9
B.
Saran ........................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Seorang
mukmin yang ingin mendapat ridha Allah Swt., harus berusaha untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang diridhain-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama
saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya. Islam sangat menghargai
persaudaraan dalam arti sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani,
yang dasarnya keimanan bukan hal-hal lain sehingga betul-betul merupakn
persaudaraan murni dan suci. Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan
memandang bahwa dirinya merupakan salah satu anggota masyarakat, yang harus
membangun suatu tatanan untuk kebahagiaan bersama apapun yang dirasakan oleh
saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan. Persaudaraan yang mencerminkan betapa kokoh
dan kuatnya keimanan seseorang, ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa
diminta bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong
saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar
disisi Allah Swt.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Hadis
tentang Mencintai Sesama Muslim?
2.
Bagaimanakah
Hakikat Iman itu?
3.
Apa Hadis
tentang Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain?
4.
Bagaimana Hadis
tentang Realisasi Iman dalam Menghadapi Tamu?
C. Tujuan Penulisan
1.
Supaya Kita
Mengetahui Bagaimana Hadis-Hadis tentang Realisasi iman dalam Kehidupan Sosial
2.
Agar Kita Lebih
Mengetahui Bagaimana Cara Merealisasikan Iman dalam Kehidupan Sosial
BAB
II
PEMBAHASAN
REALISASI
IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
A. Hadis Tentang
Mencintai Sesama Muslim
عَنْ
إَنَسٍ رضئ الله عنه عن النبي صلي الله عليه و سلم قال : لا يؤمن احد كم حتى يحب
لا خيه ما يحب لنفسه .(متفق عليه)
Dari
Abu Hamzah Anas bin Malik Khadim (pembantu) Rasulullah saw. Dari nabi saw,
beliau bersabda: “tidakah seseorang dari
kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai saudaranya sebagaimna ia mencintai
dirinya sendiri. (muttafaq ‘alaihi).
Hadis tersebut
dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, kitab al-Iman, Bab min al-Iman an
Yuhibba Liakhihi ma Yuhibbu Linafsihi, no. 13 dan Iman Muslim dalam shahih-nya,
kitab al-Iman, bab al-Dalil ‘Ala ana Min Khishal al-Iman an Yuhibba Liakhihi
al-Muslim Ma Yuhibbu Linafsihi Min al-Khairi, No. 45.
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan
iman seseorang adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya
sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan disini termasuk di dalam rasa bahagia jika
melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang
jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri
membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut hadis di atas menunjukkan
kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.
Syarah Hadis
كم احد من يؤ
لا Artinya
tidak sempurna iman salah seorang dari kamu sekalian. Penafsian (peniadaan) di
sini untuk menafikan (menindakan) kesempurnaan. Bukan manafikkan asal iman.
يحب حتى Kata “حتى” bermakna sampai, berarti
makna hadis di atas “n sampai ia mencintai saudaranya.
خيه لا Maksudnya adalah
saudara semuslim
لنفسه يحبما maknanya, sesuatu yang
ia cintai untuk dirinya berupa kebaikan, keselamatan dan pembelaaan kehormatan
serta yang lainnya.
Dalam
hadis lain disebutkan sebagai berikut:
عن
ابي هريرة رضي الله عنه قال, قال النبي صلى الله عليه وسلم: فو الدي نفسى بيده
لايؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من والده وولده (رواه البخاري)
Dari
Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi Saw. telah bersabda: “demi zat yang diriku
ditangan-Nya, seseorang tidak beriman hingga aku lebih ia cintai dari pada
orang tua dan anaknya”. (H.R Bukhari).
Hadis
di atas menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti
sebenarnya. Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan
dan bukan hal-hal lain, sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan
suci.
Dalam
kaitan ini Rachmat Syafi’i mengutip hadis riwayat Muslim:
عن ابى هريرة رضي الله
عنه قال:قل رسول الله صلى الله عليه وسلم:ان الله تعالى يقول يوم القيامة:اين
المتحابون بجلا لي اليوم اظلهم في ظلي يوم لا ظل الا ظلي (روه مسلم)
Dari
Abu Hurairah r.a ia berkata: rasulullah Saw. telah bersabda: pada hari kiamat
Allah Swt. akan berfirman: “dimanakah orang yang saling berkasih sayang karena
kebesaran-Ku, kini aku naungi di bawah naungan-Ku, pada saat tiada naungan,
kecuali naungan-Ku” (H.R Muslim).
B. Iman dan Hakikatnya
Allah
Swt., telah menjelaskan kepada hamba-Nya mengenai hakikat keimanan yang menjadi
syarat diterimanya amal dan terwujudnya apa yang telah dijanjikan oleh Allah
Swt.
Selanjutnya
dikatakan bahwa hakikat iman adalah:
1.
Iman adalah
Keyakinan dan Perbuatan
Iman yang berasal dari
bahasa Arab ini memang mempunyai arti keyakinan, dan tersirat adanya perbuatan.
Iman yang diucapkan dengan lisan saja belum menghasilkan apa-apa. Oleh karena
itu, dalam realisasinya iman itu perlu adanya perbuatan sesuai dengan yang kita
yakini. Misalnya kita beriman adanya Allah Swt, maka untuk membuktikannya kita
harus mematuhi segala yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Dalam surat Al-Hujurat
ayat 15 Allah Berfirman:
$yJ¯RÎ) cqãYÏB÷sßJø9$#
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
«!$$Î/
¾Ï&Î!qßuur
§NèO
öNs9
(#qç/$s?öt
(#rßyg»y_ur
öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/
óOÎgÅ¡àÿRr&ur
Îû
È@Î6y
«!$#
4 y7Í´¯»s9'ré&
ãNèd
cqè%Ï»¢Á9$#
ÇÊÎÈ
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu hanyalah orang-orang yang sepercaya (beriman) kepada Allah dan
Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad)
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka itulah orang-orang yang
benar”. (Q.S Al-Hujurat:15).
Dari ayat tersebut kita
mengetahui bahwa iman yang diterima dan benar adalah keyakinan yang tidak
dicampuri dengan keraguan dan amalan yang diantaranya berupa jihad dengan harta
dan jiwa di jalan Allah Swt.
Sebab keyakinan hati
saja tidak cukup sebagai syarat diterimanya iman. Iblis saja berkeyakinan
dengan adanya Allah, sebagaimana ucapannya yang tercantum dalam Al-Qur’an:
tA$s%
Éb>u
þÎTöÏàRr'sù
4n<Î)
ÏQöqt
tbqèWyèö7ã
ÇÐÒÈ
Iblis
berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah Aku sampai hari mereka
dibangkitkan". (Q.S Shaad:79).
Sekalipun demikian,
Allah telah mengkafirkannya karena kesombongannya sehingga ia tidak mau
melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Allah berfirman dalam
surat Al-Baqarah ayat 34:
øÎ)ur
$oYù=è%
Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9
(#rßàfó$#
tPyKy
(#ÿrßyf|¡sù
HwÎ)
}§Î=ö/Î)
4n1r&
uy9õ3tFó$#ur
tb%x.ur
z`ÏB
úïÍÏÿ»s3ø9$#
ÇÌÍÈ
Jadi iman yang benar adalah yang
meliputi dua hal, yaitu pertama, keyakinan kuat yang tidak dicampuri dengan
keraguan; Kedua perbuatan yang membuktikan keyakinan itu dan ia merupakan
buahnya.
2. Macam-macam
Perbuatan
a.
Perbuatan hati,
misalnya kita takut kepada Allah, beribadah kepada-Nya dan bertawakal
kepada-Nya;
b.
Perbuatan lidah,
misalnya mengucapkan dua kalimat syahadat, bertasbih, beristighfar, dan
berdakwah;
c.
Perbuatan
anggota badan, misalnya shalat, zakat, puasa, jihad di jalan Allah, mencari
ilmu karena Allah, berdagang, bertani, dan bekerja di bidang industri dalam
rangka melaksanakan perintah Allah untuk mengelola bumi sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam.
C. Hadis Tentang
Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain
عن
عبدالله بن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قل: المسلم من سلم المسلمون من لسانه
ويده والمهاجر من هاجر مانهى الله عنه (روه البخاري وابو داود والنسائ)
Dari Abdullah bin Umar berkata, bahwa
Nabi saw, telah bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang menyebabkan
orang-orang ( islam yang lain) selamat dari lisan dan tangannya, dan orang
yanghijrah adalah orang yang berpindah dari apa yang telah dilarangoleh Allah
swt. (H.R Bukhari, Abu Dawud, dan Nasa”i)
Penjelasan:
Hadits di atas mengandung dua pokok
bahasan, yakni tentang hakikat seorang muslim, dalam membina hubungan dengan
sesama muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Juga menjelaskan tentang hakikat hijrah
dalam perspektif Islam.
Seorang muslim dalam bertindak dan
bersikap senantiasa berbuat adil dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Dia
sangat hati-hati dalam berbicara dan berbuat.
Seorang muslim idealnya tidak boleh
menyakiti saudaranya sendiri, baik dengan cara menghina, memfitnah maupun menjelek-jelekan
saudaranya dihadapan orang lain. Dalam hadis di atas adalah memberi
motivasi agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap sesamanya muslim dan
tidak menyakitinya, baik secara fisik maupun hati. Mengingat pentingnya
hubungan baik dengan sesama muslim, maka Rasulullah saw. menggambarkannya
sebagai ciri tingkat keislaman seseorang. Orang yang tidak memberikan rasa
tenang dan nyaman terhadap sesamanya muslim dikategorikan orang muslim sejati.
Inilah ciri-ciri muslim yang tidak mengganggu orang lain.
Oleh sebab itu, seorang muslim yang
sejati harus mampu menjaga dirinya sehingga orang lain selamat dari kezaliman
atau perbuatan jelek tangan dan mulutnya. Dengan kata lain, ia harus berusaha
agar saudaranya sesama muslim tidak merasa disakiti oleh tangannya, baik fisik
seperti dengan memukulnya, merusak harta bendanya, dan lain-lain ataupun dengan
lisannya.
Secara tekstual hadis di atas
menyebutkan bahwa hijrah yang sesungguhnya adalah meninggalkan apa yang
dimurkai Allah swt. Pengertian itu pulalah yang terkandung dalam hijrah
Rasulullah saw., yaitu meninggalkan tanah tumpah darahnya karena mencari daerah
aman yang dapat menjamin terlaksananya ketaatan kepada Allah Swt. Oleh sebab
itu, orang yang meninggalkan kampung halaman dan berpindah ke daerah yang tidak
ada jaminan bagi terlaksananya ketaatan kepada Allah tidak termasuk dalam
pengertian hijrah dalam pengertian syariat, meskipun secara bahasa mengandung
pengertian tersebut.
Dalam hadits riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa nabi
telah bersabda:
عن
ابى هريرة رضي الله عنه قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من حسن اسلام المرء
تركه ما لا يعنه. حدث حسن (روه الترمدي وغيره)
Dari Abi Hurairah r.a ia berkata:
Rasulullah saw. Bersabda : “Diantara baiknya keislaman seseorang adalah ia
meninggalkan apa yang tidak berguna baginya. Hadits Hasan ( H.R Tirmidzi dan
lainnya).
Hadits di atas diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi dalam az-Zuhd, Bab: “Hadis-Hadits tentang siapa yang berbicara
mengenai apa yang tidak berguna baginya”, 2318. Hadits ini shohih berdasarkan
berbagai syahidnya. Lihat cetakan Darul Makmun, hal 46.
Pelajaran
yang Terkandung dalam Hadits di atas
Setiap muslim idealnya dapat mengisi
waktunya dengan kegiatan yang membawa kepada kebaikan dirinya di dunia atau di
akhirat serta berpaling dari hal-hal yang tidak berguna baginya, apalagi hal
yang membahayakan dan menyakitkan dirinya, serta jangan pula ia ikut campur
urusan orang lain, karena itu semua merupakan pertanda sempurnanya
keistiqamahan dirinya.
D. Hadis Tentang Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من
كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن باالله واليوم الاخر فليحسن
الى جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيرا اوليصمت متفق عليه
Dari Abu
Huarairah r.a. ia berkata, bahwa Rasulallah saw., bersabda: “Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menghormati tamunya, dan
barng siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah bebuat baik
kepada tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat
maka hendaklah ia berkata yang baik atau lebih baik diam (Hadits dikeluarkan
oleh Bukhari dan Muslim).
Hadits
di atas menerangkan bahwa ada tiga perkara yang didasarkan atas keimanan
seseorang kepada Allah dari hari akhir, yaitu :
1.
Memuliakan Tamu
Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki
pelayanan terhadap mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja
dilakukan berdasarkan kemampuan dan tidak memaksakan di luar dari kemampuan.
Dalam sejumlah hadis dijelaskan bahwa batas kewajiban memuliakan tamu adalah
tiga hari tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut termasuk sedekah.
Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.:
عن ابى شريح خويلد بن عمر و لخزاعي رضي الله عنه قال: سمعت
رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول :من كان يؤمن با الله واليوم الاخر فاليكرم
ضيفه جاىزته,قال:يا رسول الله؟وماجاىزته؟قال:يومه وليلته والضيافة ثلاثة ايام,فما
كان وراء دلك فهم صدقة عليه
Abu syuraih Khuwailid bin Amru
Al-Khuzai’ir r.a., berkata, saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,
“siapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, ia harus menghormati tamunya
pada bagian keistimewaannya. Sahabat bertanya, “apakah yang dimaksud dengan
keistimewaan itu? Jawab Nabi, “hormati tamu itu sampai tiga hari, sedangkan
selebihnya dari sadaqah”.
Jika ketentuan-ketentuan seperti disebutkan di atas
dilaksanakan oleh segenap umat Islam, maka dengan sendirinya terjalin
keharmonisan di kalangan umat Islam. Keharmonisan di antara umat Islam
merupakan modal utama dalam menciptakan masyarakat yang aman dan damai.
- Menghormati Tetangga
Maksud tetangga disini adalah umum, baik yang dekat maupun
jauh, muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasik, musuh dan lain-lain. Yang
bertempat tinggal dilingkungan rumah kita. Berbuat baik kepada tetangga itu
dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan pertolongan,
menengoknya saat sakit, melayat saat ada keluarganya yang meninggal dan
lain-lain.
Selain itu, diharuskan pula menjaga mereka dari ancaman,
gangguan dan bahaya. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari
Siti ‘Aisyah. Nabi SAW. menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai
berikut:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي
أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ أَخْبَرَنِي
أَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ
حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُه
Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia
berkata bahwa Malik telah menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia
berkata Abu Bakar bin Muhammad telah mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘Aisyah
r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku
(untuk memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberi kepada
tetangga hak waris”. (H.R.Bukhari)
- Berbicara Baik atau Diam
Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal
baik, lebih banyak terhindar dari dosa dan kejelekan, daripada orang yang
banyak berbicara tanpa membedakan hal yang pantas dibicarakan dan yang tidak
pantas dibicarakan. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW. bersabda:
َوَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلصَّمْتُ حِكْمَةٌ وَقَلِيلٌ
فَاعِلُهُ ) أَخْرَجَهُ اَلْبَيْهَقِيُّ فِي
اَلشُّعَبِ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ وَصَحَّحَ أَنَّهُ
مَوْقُوفٌ مِنْ قَوْلِ لُقْمَانَ اَلْحَكِيمِ
Dari Anas
Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Diam
itu bijaksana namun sedikit orang yang melakukannya”. Riwayat Baihaqi dalam
kitab Syu’ab dengan sanad lemah dan ia menilainya mauquf pada ucapan Luqman
Hakim.
Di
zaman modern ini memang manusia dihadapkan kepada dua dilema, di satu sisi kita
disuruh untuk menghormati tamu, namun di sisi lain ada kekhawatiran bahwa tidak
setiap tamu berbuat baik.
Ajaran
islam dalam menghadapi seperti tersebut, kita harus tetap menghormati tamu,
tetapi bila ada hal-hal yang mencurigakan kitapun harus waspada. Oleh karena
itu Islam pun menganjurkan agar kita bisa menjaga diri, harta, agama, dan akal.
Sebagai
muslim kita harus mengetahui bahwa berprilaku baik adalah merupakan keharusan
yang tak dapat ditinggalkan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw:
عن النواس بن سمعان رضي الله عنه قال: سالت رسول الله صلى الله عليه
وسلم عن البري والاثم. فقال: البر حسن الخلق والاثم ماحاك فى صدرك وكرهت ان يطلع
عليه الناس (رواه مسلم)
Dari An-Nawas bin Sam’an ra.,
berkata: saya bertanya kepada Rasulallah saw., tentang bakti dan dosa,
Rasulallah menjawab: “Bakti itu adalah baik budi pekerti dan dosa itu ialah
semua hal yang meragukan hati dan tidak suka diketahui orang” (H.R. Muslim).
Yang dimaksud dengan ungkapan al-Birru Husnul Khuluqi adalah semua
tingkah laku atau perbuatan dan perkataan yang baik (ma’ruf) itu, merupakan
budi pekerti atau akhlak yang terpuji, termasuk di dalamnya berbuat baik
terhadap tetangga.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam mencintai
seorang mukmin, harus didasari lillah. Oleh karena itu, harus tetap
memperhatikan rambu-rambu syara’. Tidaklah benar, dengan alasan mencintai
saudaranya seiman sehingga ia mau menolong saudaranya tersebut dalam berlaku
maksiat dan dosa kepada Allah Swt. Ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai
sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan termasuk
di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang
ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan
musibah yang ia sendiri membencinya.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat kekurangan baik didalam penyajiannya maupun teknis penyusunannya. Oleh
sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun
senantiasa kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Syafe’i
Rahmat, Al-Hadis, Bandung: Pustaka Setia: 2000
Sohari,
dkk. Hadis Tematik, Jakarta: Diadit Media: 2006
http://windu2008.blogspot.com/2008/07/kiat-membahagiakan-orang-menurut.html