MAKALAH
PERILAKU MENYIMPANG
Disusun guna
memenuhi tugas kelompok
Mata
Kuliah : Psikologi Umum
Dosen Pembimbing:
Dr.Hj. Eneng Muslihah, Ph.D
Disusun
oleh :
Ahmad Nasuha (132101549)
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN
MAULANA HASANUDIN BANTEN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
daninayah–Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Perilaku menyimpang” ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan
makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan semua pihak. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Dr. Hj. Eneng muslihah, Ph.D Selaku Dosen mata kuliah
Psikologi Umum dan Pembelajarannya.
2.
Teman-teman yang memberikan dorongan , dukungan
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyusun makalah ini.
Kami mengharapkan segala saran dan kritik
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi semua
pihak pada umumnya.
Serang, 14
September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR
ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
................................................................................................ 1
A. Latar
Belakang Masalah................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................................. 2
C. Tujuan
Penulis.................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
1. Pengertian
Perilaku Menyimpang................................................................... 3
2. Ciri-ciri
Perilaku Menyimpang....................................................................... 5
3. Faktor-faktor
Penyebab Perilaku Menyimpang.............................................. 7
4. Bentuk-bentuk
Perilaku Menyimpang............................................................. 8
5. Contoh
Perilaku Menyimpang......................................................................... 9
6. Usaha
Untuk Menanggulangi Perilaku Menyimpang…………………….. 10
BAB III PENUTUP
......................................................................................................... 13
1. Kesimpulan....................................................................................................... 13
2. Saran ................................................................................................................ 13
DAFTAR
PUSTAKA ....................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada
saat ini bangsa Indonesia telah dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang
sangat kompleks baik secara internal maupun eksternal, barangkali dapat kita
bayangkan seandainya bangsa ini dipimpin oleh generasi muda atau anak bangsa
yang bodoh, malas, tidak bermoral, dan sifat yang tidak terpuji, maka bangsa
ini akan menjadi bangsa yang terbelakang, jauh tertinggal dari negara-negara lainnya.
Anak
didik dipandang sebagai generasi yang belum matang dan dewasa. Untuk itu perlu
dibina dan dididik secara mental sehingga watak anak didik dapat berkembang
dengan baik. Sesuai dengan yang diharapkan menurut psikologi Prof. Slamet
Santoso “Pembinaan watak adalah tugas utama pendidikan” berupa pikiran dan
tindakan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang terlihat setiap harinya,
dengan kata lain watak yang baik adalah cermin dari sikap dan perilaku yang
menunjang tinggi nilai-nilai mental. Sebagai pengganti generasi tua, dan
penerima estafet kepemimpinan dimasa datang, para siswa perlu dibina dan
dididik karena masa depan bangsa ini ditentukan oleh sejauh mana kualitas para
generasinya, baik secara moral maupun keprofesionalannya dalam memimpin bangsa
ini pada suatu saat ini.
Adapun
yang berkepedulian di dalam membina dan mendidik generasi muda adalah keluarga,
sekolah, masyarakat dan pemerintah. Yang jelas didalam membina anak didik harus
dilakukan secara terpadu dan seirama. Sehingga pendidikan / pembinaan yang
dialami oleh anak didik di lingkungan keluarga, juga harus sama dengan yang
dialami oleh sekolah dan masyarakat.
Tidak
ada orang yang menginginkan putra-putrinya menjadi orang yang bodoh, jahat,
tidak bermoral dan berwatak tidak baik. Semua orang tua, masyarakat dan
pemerintah menginginkan agar para generasi muda mempunyai akhlak yang baik,
bermoral, berwatak yang baik, dan pintar. Dengan kata lain antara Imtaq dan
Iptek harus seimbang.
Jika
terjadi ketimpangan berperilaku maka upaya pembinaan anak didik akan sia-sia.
Kenyataan saat ini menunjukkan betapa banyaknya para siswa yang terlibat dalam
tingkah laku menyimpang. Watak siswa/siswi saat ini sangat berbeda dengan
generasi muda sebelumnya, umumnya generasi sekarang bersifat santai, kurang
mandiri, kurang ulet, bersifat (lebih mudah terpengaruh), emosional serta
kurangnya rasa nasionalisme, hal ini dapat kita lihat dari kecendrungan setiap
hari baik pelajar maupun pemuda yang kerap melakukan kebrutalan.
Jika
kita membaca dan mendengar berita dari berbagai media masa baik cetak maupun
elektronik, tidak jarang kita dengar dan lihat berbagai macam kasus kekerasan
yang dilakukan oleh siswa / siswi terhadap sesamanya. Masyarakat sekitar, orang
tua dan gurunya sendiri. Antara lain perkelahian. Kesemuanya diakibatkan
semakin lemahnya pengawasan orang tua, guru, dan masuyarakat. Akibat kesibukan,
ketidaktahuan atau mungkin ketidak pedulian terhadap kegiatan yang dilakukan
oleh anak didik.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian yang penulis paparkan pada pendahuluan diatas, maka pada makalah ini
penulis akan membahas tentang:
a)
Pengertian
perilaku menyimpang
b)
Ciri-ciri
perilaku menyimpang
c)
Faktor-fator
penyebab perilaku menyimpang
d)
Bentuk-bentuk
Perilaku Menyimpang
e)
Contoh
Perilaku Menyimpang
f)
Usaha
Untuk Menanggulangi Perilaku Menyimpang
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
pengertian dari perilaku menyimpang dan apa saja faktor-faktor penyebab
perilaku menyimpang sertabentu-bentuk dan contoh dari perilaku menyimpang.
Selain itu agar dapat mengetahuiusaha untuk menanggulangi perilaku menyimpang.
Disamping itu makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas dari mata kuliah “Psikologi Umum”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Perilaku Menyimpang
Apakah perilaku
menyimpang itu? Istilah penyimpangan perilaku sering digunakan pada istilah
gangguan emosional (emotional disturbance) dan ketidakmampuan
penyesuaian diri (maladjusment)
dengan berbagai bentuk variasinya.Perilaku menyimpang yang juga biasa
dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang
kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian
daripada makhluk sosial. Ada beberapa sudut tinjauan mengenai faktor penyebab
perilaku menyimpang. Menurut tinjauan secara biologis, retardasi mental adalah
penyimpangan perilaku yang semata-mata disebabkan oleh faktor biologis,
termasuk faktor gen dan unsur kimiawi-fisik. Psikodinamik memandang konflik
emosional yang berhubungan dengan
kepuasan mengenai dorongan instintif yang menimbulkan frustasi.
Karakteristik
gangguan emosional diantaranya sebagai berikut:
a.
Ketidakmampuan
belajar yang tidak dapat dijelaskan faktor intelektual, sensori atau kesehatan
b.
Ketidakmampuan
mengembangkan hubungan interpersonal dengan teman sebaya atau guru-guru di
sekolah
c.
Ketidaktepatan
perilaku atau perasaan senantiasa dalam keadaan terganggu (feeling under
normal circumtances)
d.
Kecenderungan
mengembangkan simptom-simptom fisik, lelah dan ketidakmampuan penyesuain diri.
Berdasarkan
orientasi kebutuhan pendidikan khusus, maka penyimpangan perilaku didefinisikan
sebagai perilaku yang menunjukan karakteristik:
a.
Membutuhkan
guru yang mempunyai kemampuan khusus atau berbeda dengan standar normalitas
b.
Gangguan
fungsional terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Karakteristik
perilaku tersebut dimanifestasikan sebagai konflik lingkungan dan atau gangguan
prilaku.[1]
James
Vander Zender berpendapat bahwa perilaku menyimpang merupakan perilaku yang
dianggap sebagai hal tercela dan diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah
besar orang.
Bruce
J. Cohen berpendapat bahwa perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang
tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau
kelompok tertentu dalam masyarakat.[2]
Perilaku
menyimpang dapat didefinisakan sebagai suatu perilaku menyimpang yang
diekspresikan oleh seorang atau beberapa orang kelompok masyarakat yang secara
disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dan telah diterima
oleh sebagaian besar masyarakat.
a. Robert M.Z Lawang(dalam pengantar sosiologi, 1980) berpendapat
bahwa penyimpangan adalah tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang
berlaku dalam suatu system sosial dan menimbulkan usaha dari pihak berwenang
untk memperbaiki perilaku yang menyimpang atu abnormal tersebut.
b. Kartini kartono(dalam patologi sosial jilid 1, 2005) berpendapat
bahwa penyimpangan merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral
atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan.[3]
Tingkah laku seseorang dapat dikatakan
menyimpang bilamana tingkah laku tersebut dapat merugikan dirinya sendiri
maupun orang lain dan juga melanggar aturan-aturan, nilai-nilai, dan
norma-norma, baik norma agama, norma hukum, norma adat. Tingkah laku menyimpang
dapat terjadi dimana-mana, dan kapan saja, baik di sekolah, dalam keluarga
maupun dalam kehidupan di masyarakat.
Mengenai masalah tingkah laku menyimpang dewasa
ini sudah menjadi program pemerintah untuk menanggulanginya. Hal ini sudah
terbukti sejak tahun 1971. Pemerintah telah menaruh perhatian yang serius
dengan dikeluarkannya bakolak Inpres No. 6 / 1971 pedoman 8, tentang Penanggulangan tingkah laku menyimpang pada anak
didik. Didalam pedoman ini diungkapkan mengenai pengertian tingkah laku,
perbuatan atau tindakan yang bersifat asosial, bahkan anti sosial yang
melanggar norma sosial, agama, serta ketentuan hukum yang berlaku dalam
masyarakat.
Menurut Dr. Kusumanto “Tingkah laku menyimpang”
adalah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan
pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu
masyarakat yang berkebudayaan.
Secara
sosiologi menurut Dr. Fuad Hassan “Tingkah laku menyimpang” adalah perbuatan
atau kelakuan anti sosial dan anti normatif.
Dari beberapa defenisi diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa “tingkah laku menyimpang” adalah suatu tindakan perbuatan yang
bertentangan dengan hukum, agama, dan norma-norma masyarakat sehingga akibatnya
dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentuan umum dan juga merusak dirinya
sendiri.[4]
B.
Ciri-ciri Perilaku Menyimpang
Menurut
Paul B. Horton, penyimpangan sosial memiliki enam ciri sebagai berikut.
a.
Penyimpangan
harus dapat didefinisikan
Tidak ada satupun perbuatan yang begitu saja dinilai menyimpang.
Suatu perbuatan dikatakan menyimpang jika memang didefinisikan sebagai
menyimpang. Perilaku menyim[pangn bukannlah semata-mata ciri tindakan yang
dilakukan ornag, melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan sanksi
yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut. Singkatnya,
penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasarkan kriteria
tertentu dan diketahui penyebabnya.
b.
Penyimpangan
bisa diterima atau bisa juga ditolak
Perilaku
menyimpang tidak selalu merupakan hal yang negatif. Ada beberapa penimpangan
yang diterima bahkan dipuji dan dihormati, seperti orang jenius yang
mengemukakan pendapat-pendapat baru yang kadang-kadang bertentangan dengan
pendapat umum atau pahlawan ang gagah berani dan sering terlibat peperangan.
Sedangkan perampokan, pembunuhan terhadap etnis tertentu, dan menyebarkan teror
dengan bom atau gas beracun, termasuk dalam penyimpangan yang ditolak dalam
masyarakat.
c.
Penyimpangan
relatif dan penimpangan mutlak
Pada
kebanyakan masyarakat modern, tidak ada seorang pun yang msuk kategori
sepenuhnya penurut (konformis) ataupun sepenuhnya penyimpang. Alasannya, orang
yang termasuk kedua kategori ini justru akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya.
Oleh sebab itu, pada dasarnya semua orang normal pun sesekali pernah melakukan
tindakan menyimpang, tetapi pada batas-batas tertentu yang bersifat relative
untuk setiap orang. Perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangannya
saja. Orang yang tadinya penyimpang mutlak lambat laun juga harus berkompromi
dengan lingkungannya.
d.
Penyimpangan
terhadap budaya nyata atau budaya ideal
Budaya ideal di sini adalah segenap peraturan hukum
yang erlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Tetapi dalam kenyataannya, tidak
ada seorangpun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut. Antara
budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan
yang telah menjadi pengatahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung
banyak dilanggar.
e.
Terdapat
norma-norma penghindaran dalam penyimpangan
Apabila
pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma yang melarang suatu perbuatan
yang ingin sekali diperbuat oleh banyak orang, maka akan muncul “norma-norma
penghindaran”. Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan orang
untuk memenuhi keinginan mereka tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan
secara terbuka. Jadi, norma-norma penghindaran merupakan suatu bentuk
penyimpanganperilaku yang bersifat setengah melembaga (semi-
institutitionalized).
f.
Penyimpangan
sosial bersifat adaptif (menyesuaikan)
Penyimpangan
sosial tidak selalu menjadi ancaman karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai
alat pemelihara stabilitas sosial. Di satu pihak, masyarakat memerlukan keteraturan
dan kepatian dalam kehidupan. Kita harus mengetahui, sampai batas tertentu,
perilaku apa yang kita harapkan dari orang lain, apa yang orang lain inginkan
dari kita, serta wujud masyarakat seperti apa yang pantas bagi sosialisasi
anggotanya. Di lain pihak, perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk
menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Tanpa suatu perilaku
menyimpang, penyesuaia budaya terhadap perubahan kebutuhan dan keadaan akan
menjadi sulit. Tidak ada masyarakat yang mampu bertahan dalam kondisi statis
untuk jangka waktu lama. Masyarakat yang terisolasi sekalipun akan mengalami
perubahan. Perubahan ini mengharuskan banyak orang untuk menerapkan norma-norma
baru.[5]
C.
Faktor-faktor Penyebab Penyimpangan Perilaku
Secara
garis besar, faktor-faktor penyebab penyimpangan perilaku dapat
diklasifikasikan atas dua kategori, yaitu: (a) kondisi biologis (hereditas,
kerusakan otak, dan diet), dan (b) kondisi psikologis.
a.
Kondisi Biologis
a.
Faktor
hereditas. Hasil-hasil
penelitian mengungkapkan bahwa karakteristik anak dapat dipengaruhi oleh faktor genetic yang bersifat bawaan dari
orang tua. Penelitian eksperimen juga telah didesain mengenai efek nature dan
nurture pada penyesuaian diri. Hasilnya menunjukan bahwa faktor hereditas
memberikan kontribusi terhadap penyimpangan perilaku (Lahey & Ciminero,
1980).
b.
Kerusakan
otak (brain disorder). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa:
a) Penyimpangan perilaku serius, khususnya infantile autism, berhubungan
dengan kerusakan otak (brain disorder)
b) Hiperaktivitas, disebabkan oleh berbagi faktor, salah satu diantara
faktor-faktor itu adalah karena kerusakan otak.
c) Tidak semua perilaku menyimpang disebabkan oleh kerusakan otak,
bahkan anak yang mengalami gangguan otak belum tentu mengalami perilaku
menyimpang.
c.
Diet
atau keadaan nutrisi. Hasil penelitian Lahey & Cimiero (1980), menunjukkan
bahwa kekurangan nutrisi tidak hanya menyebabkan terjadinya retarnasi fisik dan
mental, tetapi juga menjadi penyebab terjadinyaperilaku menyimpang.
b.
Kondisi Psikologis
Kondisi
psikologis dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku. Kondisi-kondisi
tersebut dapat bersumber dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat atau
faktor yang bersumber dari individu sendiri seperti stres. Beberapa faktor penyebab
perilaku menyimpang yang bersumber dari lingkungan keluarga seperti perceraian orang tua, ketidakhadiran orang
tua, konflik orang tua, penyimpangan perilaku orang tua (psikotik, antisosial,
sikap bermusuhan, penyelahgunaan obat, sikap tidak konsisten).
Stres
merujuk pada situasi dimana seseorang mengalami kesenjangan antara kebutuhan
dan tuntutan lingkungan. Faktor fisiologis, sosial maupun psikologis merupakan
sumber stres yang berdampak negative seperti frustasi, kehilangan sesuatu yang
dicintai, disebut stressor. Stressor dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
fisiologis (sirkulasi dan tekanan darah), gangguan perhatian, pemecahan
masalah,unjuk kerja, takut, marah, dan emosi yang berlebihan.[6]
D.
Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang
a.
Penyimpangan
perimer
Penyimpangan perimer adalah penyimpangan yang bersifat temporer
atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang. Menurut
Edwin M. Lemerd yang berpendapat bahwa seseorang yang telah melakukan
penyimpangan tahap primer (pertama) lalu oleh masyarakat sudah diberikan cap
sebagai penyimpang, maka orang tersebut terdorong untuk melakukan penyimpangan
sekunder (tahap lanjut) denagn alas an “kepalang tanggung”.
Ciri-ciri
penyimpangan primer antara lain:
1. Bersifat sementara
2. Gaya hidupnya tidak didominasi oleh prilaku menyimpang
3. Masyarakat masih mentolelir/menerima
b.
Penyimpangan
sekunder
Penyimpangan
sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas dengan memperlihatkan
perilaku menyimpang.
Ciri-ciri
penyimpangan sekunder antara lain:
1.
Gaya
hidup didominasi oleh perilaku menyimpang
2.
Masyarakat
tidakbisa mentolelir perilakumenyimpang tersebut.
c.
Penyimpangan
individu
Penyimpangan
individu adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seorang individu dengan
melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku.
Contohnya pencurian yang dilakukan sendiri.
d.
Penyimpangan
kelompok
Penyimpangan
kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan secara berkelompok dengan melakukan
tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat yang berlaku.
Contohnya, geng kejahatan atau mafia.
e.
Penyimpangan
situasional
Penumpangan
jenis ini disebabkan oleh pengruh bermacam-macam kekuatan situsional/sosial
diluar individu dan memaksa individu tersebut untuk berbuat menyipang.
Contohnya, seorang suami mencuri karena melihat anak istrinya kelaparan.
f.
Penyimpangan
sistematika
Penyimpangan
sistematika adalah suatu sistem tingkah laku yang disertai organisasi sosial
khusus, status formal, peranan-peranan, nilai-nilai, norma-norma, dan moral
tertentu yang semuanya berbeda dengan situasi umum. Segala pikiran dan perbutan
yang menyimpang itu kemudian dibenarkan oleh semua anggota kelompok.[7]
E.
Contoh Perilaku Menyimpang
a.
Penyalahgunaan
narkoba
Pada
awalnya, sebagian narkotika dan obat-obatan terlarang dipergunakan oleh
kalangan dokter sebagai usaha untuk mengurangi rasa sakit berlebihan yang
dialami oleh pasien-pasiennya. Akan tetapi, obat-obat tersebut akhirnya menjadi
“obat terlarang” karena digunakan oleh orang-orang yang sehat secara jasmani
untuk mengurangi tingkat kesadaran dan memperoleh perasaan nikmat meskipun
sesaat. Obat terlarang seperti ecstacy pada mulanya dimaksudkan untuk
merangsang gerak orang-orang yang berpenyakit lumpuh, tetapi kemudian dipakai
untuk merangsang daya tahan tubuh.Istilah narkoba bukanlah istilah kedokteran
atau psikologi. Istilah itu, walaupun sering digunakan institusi resmi
(termasuk pemerintah) , bahkan digunakan dalam undang-undang, hanya merupakan
singkatan dari kata-kata “narkotika” dan “obat-obatan berbahaya”. Dalam ilmu kedokteran
narkotika dan obat-obat berbahaya justru sering digunakan untuk tujuan
pengobatan. Karena itu, yang berbahaya bukan narkoba itu sendiri, melainkan
penyalahgunaan narkoba untuk tujuan-tujuan lain diluar tujuan kedokteran.
Istilah
“narkotika” berasal dari kata Yunani
“narkosis” yang dikemukakan oleh Bapak Ilmu Kedokteran, Hipokrates, untuk
zat-zat yang menimbulkan mati rasa atau rasa lumpuh. Dalam undang-undang AS,
yang dimaksud dengan narkotika adalah opium, variasi dari opium (kodein, heroin
atau awam menyebutnya “putau”), termasuk zat sintesis (morphin), dan
kokain (disebut juga “koka”). Marijuana
(awam: ganja), walaupun di Indonesia dilarang oleh undang-undang dan
digolongkan narkotika, baik dari sudut struktur kimia zat itu, maupun dari
dampak pemakaiannya (hanya menimbulkan ketergantungan, tidak mematikan).
Belanda adalah salah satu Negara yang melegalkan marijuana. LSD (inex,
sabu-sabu) dan obat-obat psikedelik lain yang member efek euphoria (perasaan senang, riang, nyaman yang semu) juga bukan
termasuk jenis narkotika, walaupun dampaknya lebih serius daripada ganja (bias
menimbulkan reaksi paranoid jika berhenti menggunakannya). Di Negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat dan beberapa Negara lain, minuman keras (alcohol)
juga dikontrol ketat karena dampaknya bias sangat berbahaya (alcoholim) jika digunakan secara
berlebihan atau dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur. Di Indonesia walaupun
ada undang-undang anti alcohol, pengawasannya dalam praktik tidak terlalu
ketat, karena dampak sosialnya tidak segawat narkotika.[8]
b.
Perkelahian
pelajar
Perkelahian
antar pelajar, sering disebut tawuran antarpelajar, tawurn menjadi masalah yang
cukup serius karena peserta tawuran cenderung mengabaikan norma-norma yang ada
melibatkan korban yang tidak besalah, dan merusak benda-benda yang berada
disekitarnya.
c.
Perilaku
seksual diluar nikah
Mengenai
perilaku seksual diluar nikah, sejak dulu manusia telah membuat seperangkat
tata nilai dan norma-norma, baik norma agama, adat istiadat maupun hukum
tertulis yang mengatur perilaku hubungan seksual agar fungsi reproduksi manusia
dapat berlangsung tanpa mengganggu ketertiban sosial.[9]
F.
Usaha Untuk Menanggulangi Perilaku Menyimpang
Penyimpangan tingkah laku siswa hendaknya hanya
merugikan dirinya sendiri, masa depannya akan tetapi juga mengganggu orang lain
dan menghancurkan harapan orang tua, sekolah dan bangsa. Oleh karena itu
diperlukan adanya tindakan nyata dari berbagai pihak untuk menanggulanginya.
Usaha itu dapat bersifat : pencegahan (preventif), pengentasan (creative) dan
pembinaan (corektive).
a. Usaha Preventif
Usaha preventif adalah : usaha yang dilakukan
secara sistematis, berencana dan terarah kepada tujuan untuk menjaga agar
tingkah laku menyimpang itu tidak timbul. Usaha preventif lebih besar
manfaatnya dari pada usaha kuraktif. Berbagai usaha preventif dapat dilakukan
yaitu:
· Usaha di Rumah
Tangga (Keluarga)
- Menciptakan
kehidupan rumah tangga yang beragama. Artinya membuat suasana rumah tangga atau
keluarga menjadi kehidupan yang taat dan bertaqwa kepada Allah di dalam
kegiatan sehari-hari.
- Menciptakan
kehidupan keluarga yang harmonis dimana keluarga, ayah, ibu, dan anak tidak
terdapat pertentangan atau percekcokan. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan memberikan waktu luang nuntuk berkumpul bersama dengan anak-anak
terutama diwaktu makan bersama.
- Adanya
kesamaan norma-norma yang dipegang antara ayah, ibu dan keluarga lainnya di
rumah tangga dalam soal mengatur anak.
- Memberikan
kasih sayang secara wajar kepada anak-anak. Tetapi janganpula kasih sayang ibu
berlebihan karena akan berakibat pada anak-anak menjadi manja.
- Memberikan
kasih sayang cukup terhadap kebutuhan anak-anak. Dalam hal ini berarti
menumbuhkan kewibawaan pada orang tua akan menimbulkan sikap penurutan yang
wajar pada anak.
- Memberikan
pengawasan secara wajar terhadap pergaulan anak dilingkungan masyarakat.
· Usaha di
Sekolah
- Guru
hendaknya memahami aspek-aspek psikis murid dengan memiliki ilmu-ilmu tertentu
antara lain : psikologi perkembangan, bimbingan dan penyuluhan, serta ilmu
mengajar.
- Mengintensifkan
pelajaran agama dan mengadakan tenaga guru agama yang ahli dan berwibawa serta
mampu bergaul secara harmonis dengan guru-guru umum lainnya.
- Mengintensifkan
bagian bimbingan dan penyuluhan disekolah dengan jalan mengadakan tenaga ahli
atau mengantar guru-guru untuk mengolah bagian ini.
- Adanya
kesamaan norma-norma yang dipegang oleh guru-guru. Hal ini akan menimbulkan
kekompakan dalam membimbing murid-murid.
- Melengkapi
fasilitas pendidikan.
- Perbaikan
ekonomi guru yaitu menyelaraskan gaji guru dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
· Usaha di
Masyarakat
Masyarakat adalah tempat pendidikan ketiga
sesudah rumah dan sekolah ketiganya haruslah mempunyai keseragaman dalam
mengarahkan anak untuk tercapainya tujuan pendidikan. Apabila salah satu
pincang maka yang lain akan turut pincang pula.
b. Usaha Kuratif
Usaha kuratif adalah usaha pencegahan terhadap
gejala-gejala tingkah laku menyimpang tersebut, agar kenakalan itu tidak meluas
dan merugikan masyarakat. Usaha kreatif secara formal dilakukan oleh Polri dan
kejaksaan negeri. Sebab jika terjadi surat kenakalan berarti sudah terjadi
suatu pelanggaran hukum yang dapat berakibat merugikan diri mereka dan
masyarakat.
c. Usaha Pembinaan
Usaha pembinaan yang dimaksud
adalah Pembinaan terhadap anak didik yang tidak melakukan kenakalan. Pada
hal ini dilaksanakan pembinaan dirumah, sekolah dan masyarakat. Pembinaan
terhadap anak didik yang telah mengalami tingkah laku menyimpang yang telah
menjalani suatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar mereka
tidak mengulangi lagi kenakalan tersebut.
Pengalaman
dapat diarahkan dalam beberapa aspek yaitu :
· Pembinaan
mental dan kepribadian beragama.
· Pembinaan
mental ideologi negara yaitu Pancasila
· Pembinaan
kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi yang stabil.
· Pembinaan
ilmu pengetahuan
. Pengembangan
bakat-bakat khusus.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tingkah laku menyimpang merupakan tingkah laku
yang melanggar hukum, peraturan dan nilai yang berlaku di masyarakat yang
dijunjung tinggi, sehingga menimbulkan kehancuran bagi kehidupan remaja itu
sendiri, orang lain dan lingkungan alam sekitarnya.
Penyebab tingkah laku menyimpang adalahgangguan
psikologi atau kepribadian seperti: tidak merasa puas dengan kehidupan dirinya
sendiri karena potensi psikis maupun fisik yang tidak tersalurkan, nilai atau
filsafat hidup yang salah dan mengalami gangguan emosi karena berbagai sebab.
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat kekurangan baik dalam penyajiannya maupun teknis penyusunannya. Oleh
sebab itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun
senantiasa kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Muin Idanto, Sosiologi SMA/MA Untuk Kelas X, Jakarta; Erlangga,
2006
Rahman,
Taupik, dkk, Sosiologi 1 Suatu Kajian Kehidupan MAsyarakat, Jakarta; Yudistira,
2007
Thalib, Syamsul Bahri, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis
Empiris Aplikatif, cet ke 1, Jakarta; Kencana, 2010
Sarwono, Sarlito W, Pengantar Psikologi Umum,cet ke 2, Jakarta;
RajaGrafindo Persada, 2010
http://makalah4you.blogspot.com/2013/11/makalah-perilaku-menyimpang.html (diakses pada 23 September 2014, Pkl. 10.20)
[1]Syamsul Bahri Thalib,
Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Kencana, Jakarta,
2010, hlm.
[2]Taupik Rohman, dkk, Suatu
Kajian Kehidupan Masyarakat, Yudistira, Jakarta, 2007, hlm. 153
[3] Idanto Muin, Sosiologi SMA untuk
kelas X, Erlangga, Jakarta, 2006, hlm. 101
[4]http://makalah4you.blogspot.com/2013/11/makalah-perilaku-menyimpang.html,
diakses 23 September 2014, jam 10.20 WIB.
[5]Op.cit.,P. 153
[6]Syamsul Bahri Thalib, Loc.
Cit.
[7]Idanto Muin, Sosiologi SMA untuk kelas X, Erlangga, Jakarta, 2006, hlm. 103
[8] Sarlito W. Sarwono, Pengantar
Psikologi Umum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm.268
[9]Syamsul Bahri Thalib,
Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Kencana, Jakarta,
2010, hlm.
[10]http://makalah4you.blogspot.com/2013/11/makalah-perilaku-menyimpang.html, diakses 23 September 2014, jam
10.20 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar